Sabtu, 22 Oktober 2011

ANJING Vs BUKAN ANJING


Malam Minggu, 22 Oktober 2011

Saya harus pulang ke rumah yang satu ke rumah yang lain. Tak ada yang mengantar saya pulang. Saya berharap saudara yang sedang  malam mingguan cepat pulang dan dia bisa mengantar saya pulang. Tapi sampai pukul setengah sepuluh malam, tak ada yang pulang. Akhirnya malam itu juga saya memutuskan berkendaraan sendiri di gang yang suram itu menuju rumah yang lain.

Belum jauh dari rumah, saya mendengar suara Tiko menggonggong dengan sangat keras di sepanjang pinggir jalan. Tak peduli pada pejalan kaki dan kendaraan lain di gang itu. Sepertinya dia sedang menyuruh semua yang melalui jalan itu untuk menyingkir. berkali-kali saya berteriak menyuruhnya pulang, tapi dia tetap berlari di sisi kendaraan saya. semakin saya berteriak menyuruhnya pulang, semakin dia berlari mengantar saya sampai jalan umum yang  cukup jauh dari rumah.
Tak ingin Tiko mengikuti saya lebih jauh lagi, saya tancap gas, menjauh sejauh-jauhnya dari pandangannya. Saya melihatnya berhenti dan berharap agar dia pulang ke rumah karena saya tahu saya akan baik-baik saja.

Saya sangat terharu dengan sikap Tiko malam itu. Mungkin dia tahu, tidak baik saya pulang sendiri malam-malam dan dia tahu saya sedikit takut malam itu. Tiko, si anjing pelindung yang setia, saya sangat menyayanginya.

Kisah saya dan Tiko membuat saya merenung tentang arti sebuah kesetiaan dan perlindungan dari manusia yang katanya lebih mulia dari Tiko namun pada kenyataannya kesetiaan itu dikhianati oleh manusia itu sendiri. Manusia tidak lagi ada sebagai pelindung tapi malah menjadi terror yang menakutkan bagi manusia lain.

Saya tidak ingin mencaci atau merendahkan kesetiaan manusia atau bermaksud menghakimi siapapun, hanya saja saya pernah menyaksikan betapa sebuah kesetiaan itu menjadi hancur berkeping-keping dan tak bernilai dari para pelaku dan korban dari keretakan beberapa rumah tangga. Mereka yang seharusnya saling melindungi, malah saling menghancurkan. Ibarat sebuah gelas atau piring, bila pecah tak ada gunanya lagi selain dibuang. Meski direkat kembali sekalipun tanpa ada komitmen dan perubahan, gelas tak dapat lagi menjadi utuh,  mulus dan indah seperti sediakala. Dijual pun tak ada yang ingin membeli gelas yang retak alias tak berharga lagi. Piring yang retak tak lagi berfungsi dengan baik dan mungkin saja akan digunakan sebagai tempat makan Tiko yang baru. Apalagi piring yang pecah, akan berakhir di tempat pembuangan sampah. Atapun jika dibiarkan, pecahannya akan melukai orang lain yang berada di sekitarnya.

Beberapa waktu lalu, saya menonton siaran televisi tentang pantai-pantai yang unik. Saya tertarik dengan satu pantai yang keunikannya bukan dari bentukan alam pantai itu tapi karena dulunya pantai itu sering dijadikan sebagai tempat pembuangan berbagai material sampah salah satunya sampah pecahan gelas, piring, dan material-material kaca lainnya. Akibat pengikisan air laut pada sampah itu, pecahan-pecahan itu tidak lagi menjadi sampah yang berbahaya jika diinjak oleh manusia karena telah menjadi tumpul dan beraneka ragam warna pecahan-pecahan itu memberikan keindahan warna tersendiri di pantai itu dan telah menjadi salah satu objek wisata yang ramai dikunjungi.

Pantai itu dapat memberikan satu harapan baru bagi gelas dan piring-piring yang sudah terlanjur pecah dan retak. Meskipun tidak lagi terikat dan menyatu sebagai suatu kesatuan yang dengan kerekatan pecahan-pecahannya dapat dikenali sebagai gelas atau piring, setidaknya pecahan-pecahan dapat belajar dari setiap gelombang kehidupan yang pernah terjadi, mau berubah dan berproses untuk menjadi lebih baik sehingga walaupun pecahan-pecahan itu berserakan dan tidak lagi disebut gelas atau piring, setidaknya tidak dapat melukai orang-orang yang mengasihi mereka dan menjadi suatu pengalaman indah yang dapat juga mengajarkan arti kesetiaan bagi gelas dan piring-piring lain yang belum menjadi retak dan hancur.

Manusia yang ada didalam suatu hubungan komitmen akan kesetiaan, bukan anjing. Tapi marilah miliki kesetiaan seperti anjing. Seperti Tiko. Jangan malu jika kesetiaan kita disamakan seperti anjing, milikilah rasa malu, jika anjing saja bisa setia, mengapa manusia yang lebih mulia dari anjing tidak bisa setia seperti anjing. Milikilah rasa melindungi akan kesetiaan yang sudah dikomitmenkan. Jangan pernah mengkhianati akan kesetiaan itu, karena anjing saja tidak pernah berkhianat, mengapa manusia melakukan hal yang tidak akan dilakukan oleh anjing sekalipun.

Senin, 03 Oktober 2011

“PELACUR” JUGA PEREMPUAN


Rutinitas pagi masih berputar pada siklusnya. Memutar dan sampai pada titik “Tuak Daun Merah menuju kampus FK Undana”.
Senin pagi yang biasa, di sudut angkot (angkutan kota) seperti biasa. Namun yang tak biasa adalah hari itu saya ingin memperhatikan setiap hal yang ada dibalik kaca angkot. Kendaraan-kendaraan berseliweran, semuanya berpacu dengan waktu tanpa tahu bahwa saya sedang memperhatikan mereka. Roda-roda berputar membawa pengendaranya, ada yang tersenyum dengan lipstik tebal, ada yang mengerutkan dahi dan tak sabaran di lampu merah.

Mereka semuanya berpakaian. Tentu saja, semuanya berpakaian. Dan pakaian merekalah yang akan membawa mereka pada tujuan mereka pagi ini. Ke kantor manapun mereka pergi, semua bisa ditebak dari pakaian, bukan?
Lalu bagaimana dengan yang tidak berseragam seperti saya? Yup, peluang kecil untuk bisa menebak dengan benar. Karena itu saya hanya bisa berpikir orang-orang ini tidak cocok kerja di air, makanya tempat bekerja mereka di darat. Hehehe…

Ketika saya sedang memikirkan pekerjaan yang tidak perlu memakai seragam, tiba-tiba saya teringat akan seseorang. Seseorang yang awalnya tidak kami tahu apa pekerjaannya, seseorang berusia akhir 30an tahun yang menyewa kamar di kos-kosan oma, seseorang yang dipandang dan dipandangi hina oleh tetangga, seseorang yang akhirnya di usir oleh pejabat pemerintah dan warga setempat, seseorang yang semua orang memanggilnya denga sebutan pelacur (saya tidak tahu apa ada sebutan lain yang lebih halus yang bisa dimengerti semua orang selain pelacur karena itu saya tetap memakai kata pelacur dengan tanda kutip untuk kata berikutnya).
Saya tidak tahu dimana dia berada sekarang, yang saya tahu saya sedang memikirkannya saat itu dan enam tahun lalu sebelumnya.

Kebiasaan begadang membuat saya masih terjaga di tengah malam mendengar langkah kakinya pulang entah dari tempat mana. Setiap siang seusai pulang sekolah (saat itu saya masih di Sekolah Menengah Atas) saya selalu mendapatinya duduk di teras rumah oma. Bila tidak sibuk, saya menyempatkan untuk mengobrol dengannya. Sedikit pun saya tidak merasa malu bercerita dengannya meskipun saya tahu pekerjaannya. Saya tidak peduli dengan anggapan orang-orang, yang penting saya tidak melakukan suatu kesalahan yang merugikan saya ataupun orang lain.

Suatu siang yang panas, dia bercerita tentang kehidupannya padahal saya tidak pernah dan tidak memiliki maksud untuk bertanya tentang kehidupannya. Dia bercerita tentang bagaimana rasanya tidak dihargai oleh suami dan keluarganya hanya karena dia tidak berpendidikan tinggi.  Diejek dan tidak diberi kesempatan dan kepercayaan mengurus urusan finansial keluarga bahkan terkadang mengalami beberapa tindakan kekerasan.
Kepahitan-kepahitan itulah yang akhirnya menjadi sebuah rotan beracun yang memukul hati dan punggungnya untuk berlari dan melampiaskan pada tujuan yang salah. Mengajarkan arti kehilangan pada orang-orang yang dikasihinya dengan cara menghancurkan masa depannya sendiri. Menghukum mereka dengan rasa malu. Katanya biarkanlah semua orang tahu bahwa suaminya mempunyai istri seorang “pelacur”.
Suaminya pernah mencarinya dan mengajaknya pulang, tapi dia tak ingin kembali. Sudah terlambat dan dia tak bisa kembali lagi pada kehidupan manisnya.

Waktu itu saya hanya bisa mendengar. Takut dan terkesiap. Saya terlalu takut mengeluarkan suara sedikit pun ketika dia bercerita dengan kebencian yang mendalam dan mata yang berkaca-kaca. Menulis hal ini pun membuat saya merinding memikirkan betapa kuatnya kepahitan masa lalu bisa merusak hidupnya dan kepahitan itu membuatnya memiliki kekuatan merusak kehidupan orang lain. Dan yang membuat saya terkesiap adalah setelah menceritakan itu, dia berharap jangan ada lagi perempuan-perempuan yang bekerja seperti dirinya. Dia mengatakan agar saya harus belajar dari pengalaman hidupnya dan meskipun dia memiliki hati yang keras, dengan lembut dia berkata tepatnya menasihati saya untuk bersekolah yang baik, mendapatkan perkerjaan yang baik, mendapatkan suami dan keluarga yang baik yang bisa menghargai seorang perempuan dengan baik. Diakhir nasihatnya dia berkata bahwa dia sebenarnya tidak pantas menasihati saya, tapi dia melakukannya karena dia seorang perempuan dan saya seorang perempuan.

Seorang perempuan, siapapun dan bagaimana pun dia yang memberikan nasihat seperti itu walaupun sederhana namun memiliki makna yang tak terbatas dan menyentuh sampai tingkat hati yang tak peka sekalipun. Kamu mungkin tidak mendengar nasihat seperti itu dari mulut seorang yang disebut “pelacur” tetapi dari ibu, saudara atau sahabat perempuanmu. Tapi tentunya hal itu memiliki makna yang sama bila yang memberi nasihat sepeti itu adalah seorang perempuan. Karena itu, jika ibumu, saudara dan sahabatmu adalah seorang perempuan, maka dia yang disebut “pelacur” pun adalah perempuan yang hatinya sama dengan perempuan-perempuan lainnya.

Beberapa waktu kemudian perempuan itu pun diusir dengan paksa dari tempat kos oma dan oma dituduh telah menampung dan melindungi orang yang merupakan sampah masyarakat. Saat kejadian itu, saya sedang berlibur ke luar kota namun mendengar hal itu membuat hati saya terusik dengan cara kasar mereka.
Dia juga perempuan yang berhak diperlakukan baik-baik meskipun banyak yang menganggapnya bukan perempuan baik-baik. Dia juga perempuan yang akan pergi bila orang lain dengan cara yang pantas menyuruhnya pergi, dia juga perempuan yang bisa menangis ketika semua orang menghakiminya, mengumpatnya, meneriakinya dengan sebutan-sebutan kotor.
Namun karena dia seorang “pelacur” dia terpaksa membuang hati perempuannya ketika meniduri seorang lelaki dan selama kepahitan masa lalunya masih menguasainya.

Dimanapun dia berada saat ini, sebagai seorang perempuan saya mendoakan yang terbaik untuknya. Mendoakan agar dia jangan lagi membuang hati perempuannya untuk alasan apapun termasuk kepahitan-kepahitan itu.

Sabtu, 01 Oktober 2011

OH, NA, NA, WHAT’S MY NAME?


Lupakan bait-bait. Kali ini saya tidak ingin bercerita dengan kata yang abstrak.
Kali ini saya tidak ingin bercerita via empat mata, delapan mata apalagi dua mata atau via Hp.
Tapi dengan mata hati disini.
Karena Rupanya zaman sudah berubah.
Untuk mengetahui keadaan seseorang saja kita harus memerlukan bantuan internet untuk mengakses akun FB, blog, twitter,etc. Karena disanalah semua cerita bisa kamu ketahui bila kamu punya waktu luang untuk melakukannya.

Okehh, don’t walking around the bush…  Berikut Ceritanya:
Hari ini panas di luar, panas di dalam. Panas di otak sehabis pulang kampus juga belum adem ketika sampai di rumah melihat sepertinya hati tante sedang panas. Dengan berapi-api tante pun menceritakan kejadian yang memanaskan yang baru saja terjadi sambil sesekali berkata sangat marah dengan sumber pembuat panas itu . Mendengar cerita itu, saya berasap, hampir saja panas terbakar kalau saya tidak segera minum air.

Seorang tetangga saya, sebut saja semangka (lagi musim semangka sekarang ^_^), melakukan suatu  pelanggaran pidana dan mengaku namanya seperti nama depan saya. Bapak-bapak polisi pun kemudian mencari orang tersebut di tempat kejadian bukan perkara sebut saja TDM, di rumahnya. Sontak saja bapaknya semangka berkata bahwa tidak ada anaknya yang memiliki nama seperti saya itu. Hampir saja beliau menuntun polisi-polisi itu ke rumah saya. Untungnya bapak polisi itu pun menguraikan kasus kejahatan yang sebelumnya dilakukan semangka barulah bapaknya semangka pun sadar bahwa itu adalah anaknya yang ketahuan memakai nama samaran seperti nama saya.
Demikianlah ceritanya.

Selesai menceritakan ini, tante masih panas. Tapi saya sedang berpikir sambil menulis ini. Mengapa semangka menggunakan nama seperti nama saya?? helloooww… bukankah ada banyak nama di dunia ini? Alfabet masih berjumlah 26 yang jika disusun secara acak, bisa menghasilkan milyaran nama-nama baru, atau jika dia memiliki imajinasi yang kreatif, dia bisa saja menggunakan nama lain yang lebih indah dan unik? Saya juga berpikir retrospektif, apakah saya pernah berbuat suatu kesalahan padanya?? Tidak pernah karena dia jarang di rumah bapaknya. Selama ini dia di rumah ibunya sehingga saya jarang bertemu dan berkomunikasi dengannya. Sekali Saya pernah memberinya minum ketika dia kehausan (Hmmmm, air susu dibalas air got).

Dari kejadian ini, saya berpikir tidak benar jika orang berkata “apalah arti sebuah nama”.
Bila orang lain menyebut namamu pada sahabat-sahabatmu, mereka langsung mengenali semua ciri-cirimu, tujuan-tujuan, sifat-sifatmu, perasaan-perasaan terdalammu.
Hanya dengan menyebut nama, seseorang mungkin akan langsung gemetar ketakutan, luluh hatinya, segan, menghormati. Atau hanya mendengar nama saja bisa menimbulkan kebencian pada seseorang sampai mewujudkan dengan tindakan meludah, mencibir bibir atas dan bawah, ke kiri dan ke kanan, keatas dan kebawah.
Seribu kali seorang mengganti namanya, tetap saja yang ingin diketahui oleh orang adalah nama awal atau nama sebenarnya. Sangat terbukti pada kasus-kasus terorisme. Bila kamu pernah mendengar kata “black list”, meskipun mencakup orangnya secara keseluruhan, tapi yang dilakukan adalah hanya pada nama. Nama menggambarkan seluruh identitas. Itulah kuasa sebuah nama.
Tak heran bila salah satu lagu Rihanna memiliki lirik seperti ini:
Say my name, say my name, wear it out
It’s getting hot, crack a window, air it out
I can get you through a mighty long day
Soon as you go, the text that I write is gon’ say
Oh, na, na, what’s my name?
Oh, na, na, what’s my name?
Oh, na, na, what’s my name?
What’s my name? what’s my name?
Betapa pentingnya nama itu sehingga pada daftar riwayat hidup, nama selalu ada pada urutan nomor satu. Harus ada permohonan maaf yang sebesar-besarnya jika terjadi kesalahan penulisan nama dan gelar pada semua surat berharga sampai surat undangan pernikahan. Sangat berharganya sebuah nama mengakibatkan adanya undang-undang yang melindungi nama baik dan kehormatan seseorang (UU ITE pasal 27 ayat 3, pasal 310 ayat 1 KUHP, pasal 311 KUHP), bahkan walaupun tubuh orang tersebut sudah di surga, namanya masih abadi didunia pada nisan, prasasati, patung bahkan dijadikan sebagai nama jalan, gang dan geng. Luar biasa bukan?

Menghargai namamu sendiri dan menghargai nama orang lain menunjukkan bahwa kamu adalah orang-orang yang cerdas. Menggunakan namamu dan nama orang lain untuk tujuan yang baik menunjukkan bahwa kamu adalah orang yang bijaksana yang patut dihargai dan diberkati.
Renungkanlah dan simpulkanlah sesuka keinginan positifmu.

-God Bless ur name-