Sabtu, 19 Maret 2011

When I still awake


Waktu itu aku menulis:
When I still awake
Rabu, 010409
“Rahasia adalah jika telunjuk menempel erat pada bibir. Bagian pribadi dari kenyataan yang amat sensitif bila dipertanyakan.
Bibir terkunci rapat. Bahkan kepala pun enggan untuk mengangguk ataupun menggeleng. Bahasa tubuh hanya isyarat “tak tahu”.
Rahasia bisa mendatangkan kehidupan dan bisa juga adalah kematian seseorang. Rahasia adalah kebanggaan, juga aib.
Rahasia adalah identitas.Kamu bisa mengenal seseorang lewat rahasianya. Dirinya adalah rahasianya. Tak heran bila seseorang bisa mengamuk dengan garangnya bila rahasianya terbongkar, dan itu kusebut aib. Namun mata bisa terbuka, nyata bisa tersingkap karena rahasia, dan itu kusebut kebenaran. Dan setiap orang punya rahasianya masing-masing. Tak ada orang yang tak punya rahasia. Mereka menyimpannya begitu rapat tanpa bisa kau intip karena itu masih kusebut aib.
Dikehidupanku detik ini, ada rahasia lain yang bukan tentang diriku yang ikut diketahui olehku dan masih kusimpan. Dan ini adalah aib tapi juga kebenaran.
Lima tahun bukan waktu yang singkat untuk terus menahan lidah. Tapi aku mampu melakukannya. Menyembunyikan aib seseorang, padahal bila kuungkap, ini adalah napas kehidupan bagi orang lain. Dan dilema ini pun dimulai ketika kuputuskan untuk menyimpan rahasia ini.
Yang satu adalah orang yang kukasihi, yang lain pun demikian. Bagaimana aku harus menghancurkan keduanya hanya dengan satu kalimat?. Aku ingin menangis saat ini, tapi aku tak mampu lagi untuk melakukannya. Aku ingin teriak, tapi sudah terlalu larut untuk itu.
Saat ini aku hanya bisa bertanya padamu. Apakah aib bisa menjadi kebenaran dan kebenaran itu akan tetap menjadi kebenaran? Apakah diam itu masih emas? Apakah aku tega menghancurkan yang satu dan menyelamatkan yang lain?
Hatiku terlalu rapuh untuk terus menyimpannya. Aku takut keusangan ini terkoyak dan tumpah tanpa kontrolku. Tapi menatap keduanya saat ini pun aku tak sanggup. Mencoba berbicara tentang aib ataupun kebenaran kepada mereka bahkan kepadamu yang tak tahu apa-apa, tak mampu lagi kulakukan.
Bila harus kusimpan rapat, rekatkanlah. Bila harus kubawa mati, kuatkanlah. Karena aku tak bisa melupakannya. Takkan pernah bisa..”

Dan ketika aku mem-postkan tulisan ini, semuanya telah tersingkap. Tapi bukan olehku.. Aku tak perlu mati untuk membawanya karena waktu tak perlu membuat dilema itu tetap hidup bersamaku.

Ada beberapa hal yang kupelajari dari “Rahasia” melalui Rick Warren dalam bukunya The Purpose Driven Life pada Bab 18 tentang Menjalani kehidupan bersama-sama yaitu mengembangkan komunitas membutuhkan sikap bisa memegang rahasia. Sikap memegang rahasia bukan berarti tetap diam ketika seseorang berbuat dosa. Sikap memegang rahasia berarti apa yang disampaikan pada kita haruslah hanya untuk kita untuk kita tanggulangi, bukan untuk menggosipkannya.. Hanya dalam lingkungan yang aman dimana ada penerimaan yang hangat dan sikap memegang rahasia yang dapat dipercaya, orang lain akan berterus terang serta menyampaikan berbagai luka hati, kebutuhan dan kesalahan terdalam mereka.

Jadikanlah diri kita menjadi orang-orang yang bisa dipercaya oleh orang lain. Namun bila kita tahu bahwa rahasia itu bukanlah suatu kebenaran untuk disimpan, rahasia bukan lagi rahasia. Jadilah bijak untuk bisa membedakan mana rahasia, dan mana yang tak akan menjadi rahasia sejati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar